Politik

AHY Dinilai Berpeluang Masuk Kabinet Jokowi-Maruf

AHY Dinilai Berpeluang Masuk Kabinet Jokowi-Maruf


Masuknya AHY di kabinet Jokowi-Maruf dinilai tidak akan hilangkan kekuatan oposisi.

TERDEPAN.id, JAKARTA — Pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Dr Emrus Sihombing menilai Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memiliki peluang untuk masuk ke dalam kabinet Presiden Joko Widodo dan Wapres KH Maruf Amin.

“Kalau AHY diberi peluang (masuk kabinet), menurut saya sangat produktif,” kata Emrus, di Jakarta, Kamis (9/7), menanggapi safari politik yang belakangan gencar dilakukan AHY.

Menurut Emrus, safari politik yang dilakukan ke sejumlah tokoh, seperti Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, kemudian Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto jelas bermakna politis.

BACA JUGA :  Korea Utara meluncurkan rudal berbasis rel

Berdasarkan teori komunikasi politik, kata dia, pertemuan antartokoh politik jelas mengandung pesan komunikasi yang berkaitan dengan politik dan kekuasaan. “Artinya, hubungan antartokoh politik sudah mencair. Arahnya bisa saja berkaitan reshuffle hingga persiapan (Pilpres) 2024. Itu hanya mereka yang tahu,” kata Direktur Eksekutif Emrus Corner tersebut.

Seiring dengan itu, wacana AHY masuk kabinet menguat, Emrus mengatakan bisa saja AHY masuk karena reshuffle kabinet merupakan hak prerogatif Presiden.

Seandainya AHY masuk ke kabinet, ia menilai sebenarnya bisa menguatkan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf dan masyarakat tidak perlu khawatir kekuatan oposisi akan melemah. “Ya, tentu harus ditempatkan di posisi yang sesuai dengan kapabilitasnya,” katanya.

BACA JUGA :  Layar raksasa 3D berteknologi 5G mulai debut di Shenyang

Soal kekuatan oposisi, Emrus menjelaskan perubahan zaman menjadikan media sosial (medsos) kekuatan oposisi yang luar biasa terhadap jalannya pemerintahan. “Teori yang mengatakan kekuatan oposisi ditentukan kursi di DPR juga sudah berubah di zaman sosmed seperti sekarang. Itu kan dulu zaman belum ada sosmed,” katanya.

Sekarang berbeda, kata dia, sebab kekuatan masyarakat melalui medsos tak kalah dahsyat dibandingkan partai politik dalam melakukan check and balance terhadap pemerintahan. “Jadi, seandainya parpol di oposisi cuma tinggal satu. Katakanlah, misalnya saja tinggal Partai Keadilan Sejahtera (PKS), tidak masalah. Justru ini menguntungkan oposisi karena didukung kekuatan sosmed,” kata Emrus.

sumber : Antara





Sumber
Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

seven + 17 =

Trending

Ke Atas