Opini

Anak Jalanan = Anak Asunan

Anak Jalanan = Anak Asunan

KETIKA Indonesia sudah menggeliat menuju Negara Maju (Developed Country), pada dasawarsa tahun 1980 an, maka lahirlah Istilah Anak Jalanan, yakni anak-anak dari golongan berpunya (The have).

Mereka ini karena segala sesuatu dapat digapai dengan mudah, karena orang tua mereka kebanyakan adalah terdiri dari para pengusaha kaya, dan atau para tenaga atau profesional (tenaga ahli), yang mereka ini dibayar mahal setiap bulannya, oleh pemilik perusahaan yang sudah pada berhasil. Alias untungnya seperti Durian Runtuh, atau rejeki perusahaan mereka seperti hujan yang lebat sekali, yang tidak ada henti-hentinya.

Karena kebanyakan adalah orang muda, atau anak-anak berumur belasan tahun (Teenagers), pada menghamburkan uang orang tuanya untuk kesenangan atau kemakmuran pribadi.

Para orang tua itu banyak juga yang merupakan OKB (Orang Kaya Baru). Dan, mereka ingin untuk membahagiakan anak-anak mereka, agar jangan sampai terulang kembali pengalaman hidup mereka yang tidak nyaman dimasa lalu, ketika mereka para orang tua ini berumur belasan tahun, yang penuh dengan keprihatinan.

BACA JUGA :  Endang Tirtana: Terkait VGR, Kalau tidak Paham Proses Sebaiknya tidak Perlu Banyak Bicara.

Maka anak-anak mereka diumbar atau diuji dengan materi, dan mereka lupa mengajarkan anak-anak mereka dengan budi yang luhur dan cerdas. Maka lahirlah pada tahun-tahun 1980 dan 1990 an, masalah Anak Jalanan yang menjadi beban masyarakat pada waktu itu.

Sekarang ini kelihatannya hal seperti tercerita di atas akan terulang lagi pengalaman getir dengan masalah Anak Rumah Susun, disingkat menjadi Anak Asunan, alias anak-anak dari keluarga yang tinggal di rumah susun. Kenapa sampai terjadi hal seperti ini?

Karena, Orang tua ingin memaksimalkan kebahagian keluarga dengan memanjakan Anak Asuhan ini.

Dan lingkungan kehidupan pada rumah susun menjadi lebih rumit lagi. Para penghuni hanya terperangkap di ruangan yang sempit, dan hampir tidak berkenalan dengan para tetangga. Dan Anak Asunan ini, karena tidak banyak ruangan untuk bermain (Open Space), maka akan timbullah berbagai masalah sosial, seperti; banyak bayi yang dilahirkan yang tidak jelas siapa orang tuanya.

BACA JUGA :  Satia Chandra Wiguna: Problematika Kaum Muda dan Solusinya

Dan lebih celaka lagi, jika anak-anak ini membentuk Geng-Geng yang eksklusif, sehingga menyebabkan akan banyak terjadi tawuran atau perkelahian di kalangan generasi Anak Asunan ini.

Barangkali untuk mengatasi masalah seperti ini, maka pada setiap lantai dari rumah susun ini haruslah ada disediakan ruangan untuk Anak-anak Asunan bisa bercengkrama sehingga hubungan mereka menjadi lebih akrab satu dengan yang lainnya.

Dan akan lebih baik lagi, kalau anak Asunan ini dibekali pendidikan agama, yang mengajarkan bahwa kita saling berkenalan dan saling tolong menolong berbuat kebajikan.

Tentulah kita berharap agar Pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang cerdik, sehingga jangan sampai pengalaman pahit itu dengan Anak Jalanan, terulang kembali kepada Anak Asunan. (Marzuki Usman)

Penulis adalah Ekonom dan Pakar Pasar Modal.

[source]

Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

four × four =

Trending

Ke Atas