Ekonomi

Dekopin: Nilai Koperasi Hanya Dijadikan Pelengkap Penderita Dalam Dinamika Ekonomi

Dekopin: Nilai Koperasi Hanya Dijadikan Pelengkap Penderita Dalam Dinamika Ekonomi

Terdepan.ID, Jakarta –Ketua Harian Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Agung Sudjatmoko mengatakan, pernyataan Agus Santoso bahwa koperasi diancam delik pidana apabila melalukan praktek Shadow Banking akan menimbulkan multitafsir.

Selain itu, lanjut Agung, pernyataan itu akan membonsai koperasi simpan pinjam (KSP) atau koperasi kredit (Kopdit) dalam mengembangan produk keuangannya. Penyataan tersebut benar karena tidak boleh koperasi menjalankan praktek shadow banking.

“Tidak tepat diucapkan oleh pejabat Kemenkop dan UKM karena menimbulkan multitafsir,” ujar Agung saat dimintai tanggapannya melalui pesan whatsapp (WA) di Jakarta, Selasa (9/6/2020).

Ada beberapa tafsir, rinci Agung, ada koperasi yang melakukan shadow banking. Kedua, membonsai KSP/kredit untuk menggembangkan produk keuangannya. Lalu 3) membuat kegaduhan di gerakan koperasi karena ada nada menuduh bahwa koperasi melakukan pelanggaran atas UU perbankan dan masih banyak lagi yang menimbulkan kegaduhan di gerakan koperasi.

“Kalau kita telusuri lebih jauh satu dasawarsa kebelakang ini Kemenkop dan UKM saja memang sudah tidak banyak mengurus koperasi, tapi lebih banyak mengurus UKM-nya,” ungkap Agung yang juga dosen Binus.

Sumber daya pembangunan dalam RKP Kemenkop prosentase untuk koperasi, nilai dia, lebih sedikit dibanding UKM. Dalam skala nasional ini menunjukan bahwa kebijakan pembangunan ekonomi rakyat pemerintahan tidak berpihak ke koperasi.

“Koperasi hanya dijadikan pelengkap penderita dalam dinamika ekonomi, tetapi tidak menjadi mainstream pembangunan demokrasi ekonomi rakyat,” terang dia.

Sebenernya kalau sudah terjadi disorientasi kebijakan pembangunan seperti ini koperasi tidak membutuhkan Kemenkop lagi karena tidak ada fungsi perlindungan dan pengembangan koperasi yang dilakukan pemerintah. “Dan jika ditanya bagaimana kalau tidak ada Kemenkop, saya bisa katakan lebih bagus,” ujar Agung sambil memberi alasan.

koperasi bisa masuk menjadi binaan kementerian teknis lainya sehingga akan menghilangkan ego sektor dimana Kemendag, Kementan, Kemenindustri dll dapat membina koperasi sebagai pelaku bisnis sebagai pelaku usaha lainya.Koperasi mempunyai ciri regulated body yaitu organisasi ekonomi milik anggota yang bisa mengatur urusan rumah tangganya sendiri yang diputuskan bersama dalam rapat anggota.

BACA JUGA :  ESDM Proyeksi 125 Ribu Mobil Listrik Mengaspal pada 2021

“Itu penekanan yang penting menaggapi kecerobohan statemen pejabat yang kurang memahami esensi koperasi sebagai bentuk dan nilai dalam perekonomian,” tulisnya.

Koperasi di negara lain maju dan berkembang seperti Nong Hyup (Koperasi Pertanian di Korsel), JCCU (Koperasi konsumen di Jepang), NTUC (Koperasi Pekerja di Singapore) dan lainya di Eropa, Amerika, Amerika Latin dan Afrika, karena diurus secara benar oleh penggiat koperasi, dan mendapatkan perlindungan serta pengembangan bahkan fasilitas yang proporsional dari kebijakan pembangunan negaranya.

Tetapi di negeri tercinta ini yang terjadi semua memberikan image negatif keberadaan koperasi. Ini bisa karena di desain agar koperasi sebagai pelaku ekonomi milik anggota sengaja di bonsai oleh kolaborasi penguasa dan pengusaha.

“Semoga sebagai anak bangsa kita sadar bahwa kedaulatan ekonomi akan tercipta oleh ekonomi rakyat yang terbuka dan dikerjakan secara profesional serta milik anggotanya, bukan oleh segelintir pengusaha atau kaum kapitalis,” tutupnya.

Sementara itu Sekretaris Kementerian Koperasi (Sesmenkop) dan UKM Prof Rully Indrawan menilai, pernyataan Agus Santoso itu semata sebagai bentuk kekhawatiran dan kepeduliannya terhadap keberlangsungan koperasi di tengah krisis saat ini.

“Pernyataan itu bukan menuduh bahwa koperasi telah melakukan praktik shadow banking.Tetapi, lebih bersifat mengingatkan jangan sampai koperasi melakukan praktik itu,” ungkap Rully dalam rilisnya mengatasnamakan Humas Kemenkop dan UKM yang diterima wartawan di lingkungan Kemenkop dan UKM Jakarta, Selasa (9/6).

Bahkan, lanjut Rully, peringatan itu ditujukan khusus kepada para pelaku koperasi yang baru, ataupun yang kurang memiliki pemahaman yang utuh terhadap nilai-nilai koperasi.

“Pengalaman saya sebagai mantan Rektor Ikopin, dan peneliti dan penggiat koperasi, menemukan saat ini semakin banyak pelaku koperasi karena melihat koperasi sebagai bisnis dan gerakan yang bagus maka mereka ikut terpanggil terlibat,” ucap Prof Rully.

BACA JUGA :  Indodax dan Jangjo Jalin Kerja Sama Pengolahan Sampah

Shadow banking menggambarkan aktivitas layaknya seperti penghimpunan dana, investasi dan juga pinjaman, namun tidak terawasi, dan terhindari dari regulasi dan pengawasan otoritas sektor perbankan.

“Jelas itu merupakan pelanggaran hukum. Dan pihak kementerian mengajak pelaku koperasi untuk tidak melakukannya. Jujur, untuk pembuktian ada atau tidaknya praktik itu membutuhkan telaahan dan kajian yang mendalam sesuai dengan kelaziman dalam prosuder hukum,” paparnya.

Prof Rully mengakui, praktik seperti ini di masa lalu pernah dilakukan siapapun, koperasi, ataupun bukan koperasi, dan itu sudah mendapat ganjaran yang setimpal. Diharapkan di masa depan tidak lagi terjadi peristiwa seperti itu,”, tandas dia.

Maka, sejak pertengahan April lalu, sebelum Ramadhan, dalam pertemuan virtual dirinya mengajak agar KSP, yang memiliki nasabah dan cabang yang cukup banyak, untuk tidak melakukan hal-hal yang membuat masyarakat resah, dan rugi secara material dan immaterial.  “Pada kesempatan itu hadir para pengurus 45 KSP yang tersebar di seluruh Indonesia”, ungkap Prof Rully.

Pertemuan itu, kata dia, dilakukan sebagai bentuk antisipasi terhadap fenomena Ramadhan dan hari raya yang cenderung anggota mengambil simpanannya, juga sekaligus mengantisipasi dampak dari Covid-19 terhadap usaha koperasi, khususnya simpan pinjam.

Dengan demikian, Prof Rully menilai wajar kehawatiran yang disampaikan Stafsus tersebut. Situasi krisis seperti ini, sering dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mencatut nama koperasi.

Itu sebagaimana yang ditemukan oleh OJK, kutip dia, melalui tim waspada investasi, yang hampir seluruh yang terindikasi menyimpang adalah bukan koperasi, tetapi mereka menggunakan nama koperasi.

“Jelas koperasi dirugikan, maka suatu keharusan bagi seluruh komponen pelaku, peminat, pemerhati perkoperasian, untuk saling bahu membahu untuk menjaga marwah perkoperasian,” pungkasnya. (NY_tdp)

[source]

 

Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

18 + 2 =

Trending

Ke Atas