Hukum

Kata KPK Soal Pencabutan Pedoman Pemeriksaan Jaksa

Kata KPK Soal Pencabutan Pedoman Pemeriksaan Jaksa


Pencabutan pedoman pemeriksaan jaksa sesuai semangat pemberantasan korupsi.

TERDEPAN.id, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menyambut baik langkah Jaksa Agung ST Burhanuddin yang telah mencabut Pedoman Nomor 7 Tahun 2020. Pedoman tersebut mengatur tentang Pemberian Izin Jaksa Agung atas Pemanggilan, Pemeriksaan, Penggeledahan, Penangkapan dan Penahanan terhadap Jaksa yang Diduga Melakukan Tindak Pidana.

“Tentu dari sisi semangat pemberantasan korupsi, langkah tersebut perlu disambut baik dan di sisi lain menunjukkan sikap responsif pihak Kejagung atas masukan dari berbagai kalangan masyarakat. Itu hal yang baik,” kata Nawawi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (12/8).

Ia menegaskan instrumen perundangan tindak pidana korupsi telah memberi tempat bagi masyarakat untuk berkontribusi dalam upaya pemberantasan korupsi. “Jadi, sangat tepat kalau kita aparat penegak hukum khususnya dalam penegakan pemberantasan korupsi selalu bersikap terbuka dan tentu saja mendengarkan masukan-masukan dari masyarakat,” ujar Nawawi.

BACA JUGA :  Rafael Alun Jalani Sidang Pembacaan Vonis Hari Ini

Sebelumnya, Nawawi menilai dikeluarkannya Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tersebut menimbulkan kecurigaan publik di tengah kasus Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari. “Mengeluarkan produk seperti ini pada saat ‘pandemi’kasus Djoko Tjandra dan pemeriksaan Jaksa Pinangki sudah pasti akan menimbulkan sinisme dan kecurigaan publik,” ucap Nawawi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (11/8).

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (11/8), mengatakan Jaksa Agung ST Burhanuddin mencabut pedoman tersebut lantaran menimbulkan disharmoni antarbidang tugas dan apabila diberlakukan saat ini dipandang belum tepat. Pedoman tersebut sebelumnya untuk memperjelas ketentuan pasal 8 ayat (5) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI yang berbunyi “Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jaksa diduga melakukan tindak pidana maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung”.

BACA JUGA :  Kapal Selam Nuklir Keniscayaan Modernisasi Alutsista

Pasal tersebut dinilai sering menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda sehingga diperlukan pedoman pelaksanaan.

Menurut dia, kajian yang cukup lama telah dilakukan, tetapi hingga saat ini masih diperlukan harmonisasi dan sinkronisasi lebih lanjut dengan Kementerian Hukum dan HAM serta instansi terkait.

Hari Setiyono menyebut Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 belum secara resmi dikeluarkan atau diedarkan oleh Biro Hukum Kejaksaan Agung, tetapi telah beredar melalui aplikasi perpesanan oleh oknum yang akan ditelusuri lebih lanjut.

sumber : Antara





Sumber
Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

20 + two =

Trending

Ke Atas