Hukum

MAKI Desak Kejaksaan Segera Eksekusi Pinangki ke Lapas

MAKI Desak Kejaksaan Segera Eksekusi Pinangki ke Lapas


Lokasi penahanan Pinangki selama ini, menunjukkan adanya perlindungan dari Kejakgung.

TERDEPAN.id,JAKARTA — Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Kejaksaan Agung (Kejakgung) segera memindahkan penahanan terpidana Pinangki Sirna Malasari ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan II A, di Pondok Bambu, Jakarta Timur (Jaktim). Pemindahan tersebut, sebagai langkah eksekusi kejaksaan atas putusan pengadilan yang menghukum mantan jaksa tersebut selama empat tahun penjara lantaran penerimaan suap.


Kordinator MAKI, Boyamin Saiman mengungkapkan, sampai saat ini, Pinangki, masih berada dalam tahanan di Rutan Salemba, cabang Kejakgung, yang berada di komplek Kejakgung, di kawasan Blok-M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel). Boyamin menegaskan, lokasi penahanan Pinangki selama ini, menunjukkan adanya perlindungan dari Kejakgung, terhadap mantan jaksa yang terlibat dalam skandal suap Djoko Sugiarto Tjandra. 


“Ini jelas tidak adil, dan terang adalah praktik diskriminasi terhadap napi-napi perempuan lainnya,” ujar Boyamin, dalam keterangan tertulis, Sabtu (31/7). MAKI, kata Boyamin menegaskan, akan membawa perlakuan khusus terhadap Pinangki ini, ke Komisi Kejaksaan (Komjak), maupun Jaksa Pengawasan, bahkan ke Komisi III DPR, jika Pinangki tak segera dipindahkan ke Lapas Pondok Bambu. “MAKI sangat mengecam dan menyayangkan mengapa terhadap Pinangki ini, jaksa belum juga mengeksekusinya ke Lapas Pondok Bambu,” terang Boyamin.

BACA JUGA :  Soal 176 Lembaga Diduga Lakukan Penyelewengan, Filantropi Indonesia Enggan Berkomentar 


Pinangki, adalah terpidana kasus penerimaan suap dari terpidana korupsi cessie Bank Bali 1999, Djoko Sugiarto Tjandra. Di pengadilan tindak pidana korupsi (PN Tipikor) Jakarta, Pinangki terbukti menerima suap setotal 500 ribu dolar AS, atau setara Rp 7,5 miliar dari Djoko Tjandra agar mengurus proposal fatwa bebas dari Mahkamah Agung (MA).


Selain terbukti menerima suap, Pinangki juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sebab itu, hakim PN Tipikor menghukumnya 10 tahun penjara. Meskipun, jaksa penuntut umum hanya menuntutnya empat tahun penjara. 


Akan tetapi, Pinangki mengajukan banding atas hukuman PN Tipikor itu ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Majelis hakim tinggi, pada Juni lalu, mengabulkan upaya hukum tersebut, dan mengurangi hukuman untuk Pinangki, menjadi hanya empat tahun penjara.

BACA JUGA :  Pengamat Tanggapi Langkah Pemerintah Serap Aspirasi Masyarakat Terkait Pembahasan RKUHP


Sejumlah alasan hakim PT DKI Jakarta, menyatakan hukuman 10 tahun penjara untuk Pinangki terlalu berat, lantaran statusnya sebagai ibu dari seorang balita. Atas putusan banding tersebut, kejaksaan, memastikan tak mengajukan kasasi ke MA untuk mengembalikan putusan PN Tipikor.


Namun begitu, setelah kejaksaan tak mengajukan kasasi, pun tak segera melakukan eksekusi terhadap Pinangki ke penjara. Sejak Pinangki ditetapkan sebagai tersangka Agustus 2000, penyidikan di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), menahan Pinangki di Rutan Kejakgung, di Komplek Kejakgung tempat Pinangki berprofesi sebagai jaksa sebelum dipecat terkait kasusnya itu. Dan sampai saat ini, setelah adanya putusan pengadilan, pun Pinangki, masih tetap menjalani hukuman di Rutan Kejakgung.





Sumber
Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

fourteen + 6 =

Trending

Ke Atas