Politik

Ridwan Saidi: Penetapan HUT DKI 22 Juni Siasat Politik

Ridwan Saidi: Penetapan HUT DKI 22 Juni Siasat Politik


Ridwan Saidi mengatakan penetapan HUT DKI 22 Juni tak punya dasar sejarah

TERDEPAN.id, JAKARTA — Budayawan Betawi, Ridwan Saidi, menyebut HUT DKI Jakarta yang dirayakan tiap 22 Juni tidaklah memiliki dasar sejarah. Menurutnya, 22 Juni dipilih hanya karena alasan politik, yakni menyesuaikan dengan hari penetapan Piagam Jakarta.

Ridwan menjelaskan, penetapan 22 Juni 1527 sebagai HUT Jakarta dilakukan oleh Wali Kota Jakarta Sudiro pada 1956. Adapun yang ditugaskan untuk mencari tanggal itu adalah Mr. Dr. Sukanto.

“Tebak-tebakan aja (penetapan tanggal 22 Juni 1527). Saya baca kok risalahnya orang yang ditugaskan, Si Sukanto,” kata Ridwan kepada TERDEPAN.id, Senin (22/6).

BACA JUGA :  Perbolehkan Kampanye di Kampus, Ini Penjelasan KPU

Adapun pemilihan tanggal 22 Juni, kata dia, hanyalah siasat politik agar penetapannya disetujui DPRD DKI Jakarta. Sebab, 22 Juni sama dengan tanggal penetapan Piagam Jakarta, sehingga akan mendapatkan dukungan Partai Masyumi yang ketika itu fraksi terbesar di DPRD.

“Tanggal 22 juni itu tanggal Piagam Jakarta agar Masyumi setuju. Adapun narasinya itu kagak bener. Narasinya dongeng,” kata Babeh, begitu Ridwan akrab disapa.

Terkait tahun berdirinya Jakarta, Ridwan Saidi juga menyebut itu tidaklah benar. “Sudiro bersama timnya menyebut hari jadi Jakarta 22 Juni 1527 karena pada hari itu Fatahillah menduduki Sunda Kelapa. Padahal, dia (Fatahilah) baru datang dari Afrika Utara tahun 1539,” ujarnya.

BACA JUGA :  Indikator: Kepuasan Publik ke Presiden Beri Dampak Stabilitas Politik

Kendati demikian, Babe juga tidak bisa memastikan kapan sebenarnya Jakarta didirikan. Tapi yang jelas, kata dia, jauh sebelum Fatahillah tiba, Jakarta atau Sunda Kelapa sudah menjadi zona ekonomi yang maju.

Bandar Sunda Kelapa sebagai zona perdagangan, kata dia, tidak dikuasai oleh kerajaan manapun. Sama halnya dengan zona ekonomi Bandar Lampung, Tuban, dan Pasuruan, yang  tak dikuasai kerajaan. “Sunda Kelapa itu yang berkuasa, orang Jakarta,” ucap Babeh.

 





Sumber
Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4 × 1 =

Trending

Ke Atas