Politik

Satia Chandra Wiguna: Kenaikan Parliamentary Threshold Terbukti Tidak Menyederhanakan Parpol.

Satia Chandra Wiguna: Kenaikan Parliamentary Threshold Terbukti Tidak Menyederhanakan Parpol.

Partai Solidaritas Indonesa (PSI) menyatakan siap dengan berapa pun besaran parliamentary threshold (PT) di Pemilu 2024. Tapi, keinginan menaikkan PT harus didukung alasan yang kuat dan tepat.

“PSI optimis dapat menyiapkan diri untuk mencapai threshold tersebut. Namun, kami juga ingin tahu apa gagasan di balik keinginan menaikkan PT ini. Jika argumennya untuk mengurangi jumlah fraksi dan menyederhanakan proses pengambilan keputusan di parlemen, kelihatannya kurang tepat,” kata Wakil Sekjen PSI, Satia Chandra Wiguna, dalam keterangan tertulis, Kamis 12 November 2020.

Belakangan muncul wacana untuk menaikkan PT dari sekarang yang 4 persen. Sebagai contoh, pada peringatan HUT Partai Nasdem, Rabu 11 November 2020, Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, menyatakan ingin PT dinaikkan menjadi 7 persen untuk Pemilu 2024.

BACA JUGA :  PDIP Bela Kinerja Mensos dalam Urus Bansos

Chandra mengingatkan, di Pemilu 2009 dengan PT 2,5% dari 48 partai politik peserta pemilu menghasilkan 9 partai politik di DPR. Sedangkan di Pemilu 2014, dengan besaran PT yang lebih tinggi yakni 3,5%, dari 12 partai politik justru menghasilkan 10 partai politik di parlemen.

Lalu, pada Pemilu 2019, ketika PT naik menjadi 4%, partai yang masuk DPR bertambah menjadi 12. Deretan fakta ini menunjukkan bahwa upaya penyederhanaan fraksi dari segi jumlah melalui PT terbukti gagal.

BACA JUGA :  Cyberpunk 2077 hadir lagi di PlayStation

“Sebagai alternatif, PSI mendorong diberlakukannya Ambang Batas Fraksi. Ada syarat ketat untuk partai-partai agar bisa berkoalisi membentuk satu fraksi. Misalnya, syarat mendirikan satu fraksi adalah 100 kursi. Maka, dari 575 kursi di DPR RI maksimal hanya akan terdapat 5 fraksi. Ambang Batas Fraksi ini juga mencegah ada suara terbuang.,” ujar Chandra.

Sebanyak 13.594.842 suara sah dalam Pemilu 2019 terbuang dan tidak bisa dikonversi menjadi kursi anggota DPR. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebut PT menjadi penyebabnya.

Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

10 + seventeen =

Trending

Ke Atas