Life Style

Siswa 13 Tahun Meninggal Dirundung, Psikolog Ungkap Alasan Remaja Jadi Pelaku Bullying

Siswa 13 Tahun Meninggal Dirundung, Psikolog Ungkap Alasan Remaja Jadi Pelaku Bullying


Kasus bullying pada remaja kembali terjadi.

TERDEPAN.id, SURABAYA — Psikolog Universitas Airlangga (Unair) Tiara Diah Sosialita mengungkap penyebab banyaknya kasus bullying, utamanya pada remaja. Kasus terbaru telah mengakibatkan meninggalnya siswa MTS Negeri 1 Kotamobagu, Sulawesi Utara (Sulut).


Siswa yang masih berusia 13 tahun itu menjadi korban perundungan sembilan orang pelaku. Ia meninggal akibat kerusakan organ dalam.


Menurut Tiara, kasus bullying di Sulut itu layaknya puncak gunung es. Masih banyak kasus-kasus lain yang tidak mendapat atensi dari masyarakat luas.

Tiara menjelaskan, kasus bullying banyak terjadi pada remaja salah satunya disebabkan oleh faktor psikologis. Perundungan dapat dipicu sikap-sikap negatif, seperti perasaan iri, dendam, dan permusuhan antarremaja.

BACA JUGA :  Tiga Faktor yang Pengaruhi Kerusakan Paru Penyintas Covid-19


Dari sisi pelaku, menurut Tiara, biasanya bullying dilakukan karena kepercayaan diri mereka yang cenderung rendah. Bullying menjadi sarana si pelaku untuk mencari perhatian orang-orang di sekitarnya.

“Asumsi mereka, dengan mem-bully orang lain mereka akan merasa puas, lebih kuat, serta menjadi lebih dominan,” kata Tiara, Rabu (22/6/2022).

Selain itu, lanjut Tiara, pengaruh negatif media juga turut menjadi penyebab tindakan bullying pada remaja. Berbagai tindakan kekerasan di televisi atau internet dapat menjadi inspirasi bagi para remaja untuk melakukan tindakan kekerasan bahkan tanpa alasan yang jelas sekalipun.

BACA JUGA :  Garuda dan Artha Graha Peduli Kolaborasi 'Maskeri' Pesawat

Guna mencegah perilaku bullying pada remaja, Tiara menekankan pentingnya para remaja mengetahui bentuk-bentuk tindakan bullying itu sendiri. Pada remaja, umumnya perundungan dapat dilakukan dalam bentuk verbal (mencemooh, membentak, mencela), fisik (menendang, memukul, meludahi), relasional (mengabaikan, mengucilkan), serta dalam bentuk cyberbullying.

“Kalau sudah mengenal bentuk-bentuk bullying, jika merasa mereka melakukannya maka perlu untuk berhenti. Seebaliknya, jika seseorang menyadari bahwa ia korban bully, ia perlu melakukan langkah-langkah untuk tidak membiarkan (tindakan) bully itu terus terjadi,” ujar Tiara.





Sumber
Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

nine − 5 =

Trending

Ke Atas