Hukum

Tuntutan Penyiram Novel, Refly Harun: Menghina Akal Publik

Tuntutan Penyiram Novel, Refly Harun: Menghina Akal Publik


Jaksa menuntut penyiram Novel Baswedan dengan hukuman satu tahun penjara.

TERDEPAN.id, JAKARTA — Sejumlah tokoh menyambangi kediaman Novel Baswedan di Kelapa Gading Jakarta Utara, Ahad. Mereka yang datang yakni mantan komisoner KPK Bambang Widjojanto, pakar hukum Refly Harun, Said Didu dan Rocky Gerung. Kedatangan sejumlah tokoh untuk menyampaikan empati dan dukungan secara moril.

Salah satu tokoh yang hadir Refly Harun menilai  tuntutan Jaksa terhadap dua pelaku penyiraman Novel amatlah ringan. Hal tersebut lantaran keduanya memiliki niat untuk membahayakan seseorang. Terlebih korban yang diserang merupakan petugas yang melakukan pemberantasan korupsi dan itu merupakan amanah reformasi.

Kenapa dituntut 1 tahun padahal niat itu ada dan alat yang digunakan berbahaya. Dan akibat ditimbulkan juga ada kebutaan kemudian dilakukan oleh petugas dan ada kaitannya jabatan pak Novel sebagai penyidik KPK. Empat unsur itu sudah dipenuhi kok tuntutanya 1 tahun,ini seperti menghina akal publik,” ujarnya.

BACA JUGA :  Soal Viral Kekayaan AKBP Achiruddin, Pengamat Soroti Lemahnya Sanksi LHKPN

Secara terpisah pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) meminta agar Presiden Joko Widodo, mengevaluasi secara menyeluruh aparat Kepolisian dan Kejaksaan, serta penanganan dan proses hukum Kasus penyiraman Air Keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Evaluasi dilakukan baik dari penyelidikan hingga penuntutan.

Sekretaris Badan Pengurus Nasional PBHI Julius Ibrani menegaskan evaluasi harus dilakukan lantaran proses hukum terhadap dua penyerang Novel sangatlah minus keadilan bagi korban. Mirisnya, proses hukum ini justru surplus bagi kepentingan pelaku dan mengancam pemberantasan korupsi ke depannya.

“Oleh karenanya kami juga meminta agar DPR menjadikan proses peradilan pada kasus Novel Baswedan sebagai momentum bagi perbaikan dalam sistem peradilan pidana yang lebih menjamin kepentingan keadilan bagi korban,” ujar Sekretaris Badan Pengurus Nasional PBHI Julius Ibrani kepada Republika, Ahad (14/6).

PBHI juga mendesak Majelis Hakim agar mengesampingkan tuntutan JPU. Hal tersebut, kata dia, engan mempertimbangkan fakta sebenarnya dengan memperhatikan dampak bagi korban dan nasib pemberantasan korupsi ke depan, untuk menjatuhkan hukuman yang maksimal.

BACA JUGA :  Pantau Sidang Kasus Mutilasi Mimika, Komnas HAM Temukan Sejumlah Masalah

Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette selaku dua orang terdakwa penyerang penyidik KPK Novel Baswedan dituntut 1 tahun penjara. Jaksa menilai keduanya terbukti melakukan penganiayaan terencana yang mengakibatkan luka-luka berat.

Dalam tuntutan, kedua terdakwa atau para penyerang Novel tidak memenuhi unsur-unsur dakwaan primer soal penganiayaan berat dari Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Karena, para terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman air keras ke Novel Baswedan.

Tapi di luar dugaan ternyata mengenai mata Novel Baswedan yang menyebabkan mata kanan tidak berfungsi dan mata kiri hanya berfungsi 50 persen saja artinya cacat permanen sehingga unsur dakwaan primer tidak terpenuhi.





Sumber
Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3 × one =

Trending

Ke Atas