Politik

Amandemen UUD, Pusako: Kepentingan Elite

Amandemen UUD, Pusako: Kepentingan Elite


Direktur Pusako menilai amandemen UUD berasal dari kepentingan elite politik.

TERDEPAN.id, JAKARTA — Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari mengkritisi hadirnya rencana amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang bertujuan untuk menghidupkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Padahal pada pemilihan umum (Pemilu) 2019, tak ada satupun partai politik yang mengkampanyekan hal tersebut.


“Itu bukan kepentingan publik, tapi kepentingan elite. Indikatornya pemilu kemaren tidak ada yang kampanye (PPHN), kalau publik tahu maka dia akan berdialog dengan para calon (presiden),” ujar Feri dalam sebuah diskusi daring, Rabu (1/9).


Amandemen UUD, nilai Feri, berasal dari kepentingan politik dan yang diuntungkan adalah partai-partai yang saat ini dominan. Hal tersebutlah yang akan menimbulkan pertarungan tak sehat dan dapat menyebabkan keributan.

BACA JUGA :  Dacso Sebut Kode Jokowi untuk Prabowo Jadi Penyemangat Gerindra


“Kalau anda membawa isu perubahan konstitusi ini dengan membawa perubahan a, b, c, d, bagaimana kita bisa mengatakan ini bagian dari kepentingan publik,” katanya.


Selain itu, ia tak melihat adanya korelasi antara pandemi Covid-19 dengan amandemen UUD. Menurutnya, menambah kewenangan DPR di tengah pandemi tak akan memperbaiki penanganan Covid-19 di Indonesia.


“Itu nyambungnya di mana? kok begitu jauh antara kepentingan publik dengan kepentingan politik yang dirancang untuk kepentingan publik,” ucap Feri.


Hidupnya PPHN juga tak menjamin pembangunan nasional berkelanjutan akan terjadi. Sebab ia melihat Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang menjadi cikal PPHN tak melakukan hal tersebut.


“Sejak kapan pembangunan di Orde Lama dengan Orde Baru berkelanjutan dengan GBHN. Saya tidak melihat ada kajian yang menjelaskan di GBHN apakah pembangunan betul-betul dilakukan untuk publik,” ujar Feri.

BACA JUGA :  Menko Airlangga: Pemerintah Terus Upayakan Peningkatan Kompetensi Sumber Daya Manusia


Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, mengatakan bahwa MPR sudah memiliki rencana waktu terkait kapan  amendemen terbatas UUD 1945 dilakukan. Namun, dirinya tidak menjelaskan secara detail kapan waktunya.


Bamsoet menjelaskan, mekanismenya telah diatur sesuai pasal 37 UUD 1945 yaitu perubahan pasal-pasal baru dapat diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota. Tidak hanya itu pengambilan keputusannya melalui forum sidang paripurna yang harus dihadiri sekurang-kurangnya dua pertiga.


“Jadi kalau ada satu partai saja yang tidak hadir, boikot misalnya, tidak setuju, itu dihitung nanti. Kurang satu saja tidak bisa dilanjutkan. Itulah karena MPR adalah rumah kebangsaan, cermin daripada kedaulatan rakyat, maka satu suara saja bisa menggagalkan atau tidak meneruskan pembahasan amendemen terbatas,” jelasnya.


 





Sumber
Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

16 + 5 =

Trending

Ke Atas