Politik

Buruh Khawatirkan Revisi UU TNI

Buruh Khawatirkan Revisi UU TNI


TERDEPAN.id, JAKARTA — Aktivis KASBI, Unang Sunarno, menilai revisi UU TNI ini ingin memperluas cakupan tugas tentara dari sebelumnya sebagai alat pertahanan negara, kini ingin ditambah dengan keamanan. Menurutnya, Ini jelas kembali kepada Dwifungsi yang dhapuskan dulu pada era Reformasi 1998.


“Prajurit TNI aktif nanti itu bisa menduduki jabatan tertentu di pemerintahan sipil. Kita tidak ingin negara kita seperti Kamboja, Myanmar atau Thailand, di mana tantara begitu kuat dan bisa mengkudeta Presiden. Kita tidak ingin ada peristiwa seperti tahun 1966 dulu,” kata Sunarno, dalam siaran pers, Jumat (21/7/2023). Hal ini disampaikan dalam diskusi Pusat Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) bertema RUU TNI: Kajian Kritis dalam Konteks Gerakan Sosial Buruh dan Demokrasi. 


Dulu, kata dia,  ketika ingin unjuk rasa maka pemberitahuan itu cukup satu hari sebelumnya. Tetapi belakangan ini melalui UU No. 13 tahun 2003 harus ada pemberitahuan 7 hari kerja sebelum melakukan pemogokan. “Jika tidak kita bisa didatangi oleh tentara dan polisi,” ungkapanya.

BACA JUGA :  Survei Polmatrix: Elektabilitas PDIP Turun, Gerindra Anjlok

Ditambahkannya, kawasan industri ada komandan sekuritinya dari tentara aktif. Menurut Sunarno, keberadaan mereka di sana, katanya ditugaskan oleh institusinya . “Ini intervensi dari tentara terhadap gerakan buruh,” ungkapnya.

Perlu strategi ekstra dari buruh untuk menghadapi intervensi negara melalui aparatnya ini. Keterlibatan tantara dalam proses pengambilan keputusan tentu akan sangat merugikan buruh.

“Kawan-kawan buruh kalau dijaga oleh kepolisian masih bisa bernegosiasi dan ada pendekatan persuasi, tetapi kalau sudah tentara sudah tidak ada pendekatan persuasif Kekhawatiran buruh tidak terlalu berlebihan jika tentara semakin terlibat dalam urusan sipil melakukan intervensi maka kelompok buruh akan semakin dirugikan,” papar aktivis buruh ini.

Sementara, aktivis FSBPI,  Jumisih, mengatakan  tidak boleh lupa dengan kasus pembunuhan Marsinah. Menurutnya, pada 1993 teman-teman Marsinah yang melakukan protes dibawa ke Kodim. Marsinah kemudian datang ke Kodim mempertanyakan penangkapan teman-temannya itu yang menuntut penyesuaian upah dan cuti haid. Marsinah lalu ditemukan meninggal dengan kondisi yang mengenaskan. 

BACA JUGA :  Tingkatkan Ekosistem Usaha, Kementan Bekali Mentor Hibah Kompetitif

Menurutnya, belakangan ini tentara seringkali melakukan intervensi dan ingin ikut dalam setiap perundingan yang dilakukan oleh buruh. Ketika dicoba diprotes kehadirannya oleh buruh mereka marah. “Intervensi tentara di beberapa kawasan industry itu nyata, seperti di KBN Cakung dan lainnya,” kata dia.

RUU TNI yang sedang dibahas ini perlu direspon oleh kelompok buruh. Jumisih beralasan ini akan dapat membunuh demokrasi dan semakin merampas hak-hak buruh perempuan khususnya.

“Bahaya jika TNI masuk ke ranah sipil, karena mereka punya senjata, pada diri mereka melekat simbol alat kekerasan negara, maka pelibatan TNI dalam urusan selain pertahanan bisa diartikan sebagai bentuk intimidasi,” ungkapnya.





Sumber
Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

8 − one =

Trending

Ke Atas