Politik

Formappi: KPU dan Bawaslu tidak Tegas, Baliho Parpol Marak Curi-Curi Kampanye

Formappi: KPU dan Bawaslu tidak Tegas, Baliho Parpol Marak Curi-Curi Kampanye


TERDEPAN.id, JAKARTA — Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyebut sikap KPU RI dan Bawaslu RI terkait kegiatan sosialisasi peserta Pemilu 2024 “tidak jelas”. Alhasil, ketidakjelasan itu dikapitalisasi oleh partai politik untuk memasang baliho bernada kampanye meski masih tahapan sosialisasi. 


“Saya kira wilayah (beda sosialisasi dan kampanye) yang serbatidak jelas itu adalah lahan basah bagi peserta pemilu, lahan yang bisa “digocek’ ke sana-kemari. Peserta pemilu serbamencoba, kalau tidak disemprit, berarti boleh,” kata peneliti Formappi, Lucius Karus, kepada wartawan, Jumat (28/7/2023). 


Sebagai gambaran, masa sosialisasi adalah waktu bagi partai politik memperkenalkan diri sebelum masa kampanye dimulai pada 28 November 2023. Sebagaimana namanya, masa sosialisasi tidak boleh dimanfaatkan untuk berkampanye. 


Lewat Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu, KPU hanya memperbolehkan partai memasang bendera dan nomor urut serta menggelar pertemuan terbatas.


Namun, nyatanya, sejumlah partai politik maupun bakal calon anggota legislatifnya dalam beberapa bulan terakhir sudah memasang baliho dan konten di media sosial untuk mempromosikan diri, bahkan disertai program. 


Baik KPU maupun Bawaslu menyebut partai politik boleh-boleh saja melakukan sosialisasi. Kegiatan sosialisasi baru dinyatakan melanggar apabila memuat unsur kampanye, yakni ajakan memilih. 


Lucius melanjutkan, definisi sosialisasi semacam itu membuat partai politik punya ruang untuk melakukan sosialisasi yang sebenarnya sudah masuk kategori kampanye. Ia mencontohkan baliho dan konten media sosial yang disebar oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan narasi “PSI Menang, BPJS Gratis”. 


“Ada spanduk segede Gaban berbunyi, ‘PSI memang, BPJS gratis’. Itu kan sudah masuk program, sesuatu yang hanya boleh diucapkan kalau sudah memasuki masa kampanye,” kata Lucius. 

BACA JUGA :  Charta Politika: Elektabilitas Ganjar unggul di Jateng dan Lampung


Lucius mengatakan, sebuah kegiatan bisa saja masuk kategori kampanye meski tak ada unsur ajakan memilih. Sebab, pada dasarnya kampanye adalah upaya untuk meyakinkan pemilih. 


“Orang (berkampanye) tidak perlu ngomong panjang lebar atau menyampaikan ajakan memilih. Cukup dengan duduk diam, disorot kamera, dan disebarluaskan. Itu juga bisa disebut kampanye,” ujarnya. 


Dia menekankan, apabila KPU dan Bawaslu masih berkukuh menyatakan kegiatan sosialisasi boleh dilakukan sepanjang tidak ada ajakan memilih, baliho kampanye colongan akan terus bertebaran.


“Jadi kalau KPU mendefinisikan kampanye sekadar ajakan untuk memilih, saya kira, ya, rusak penyelenggaranya,” kata Lucius.





Sumber
Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3 × five =

Trending

Ke Atas