Hukum

KPK Investigasi Rekomendasi Usaha Lobster di Bengkulu

KPK Investigasi Rekomendasi Usaha Lobster di Bengkulu


Gubernur Bengkulu menjalani pemeriksaan pada Senin (18/1) kemarin.

TERDEPAN.id, JAKARTA–Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) memeriksa Bupati Kaur di Bengkulu, Gusril Pausi sebagai saksi terkait perkara penetapan izin ekspor benih lobster. Saksi diperiksa untuk tersangka mantan menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.


“Saksi dikonfirmasi terkait rekomendasi usaha lobster dan surat keterangan asal benih benur lobster di Kabupaten Kaur, Bengkulu yang diperuntukkan untuk PT DPP yang diajukan oleh tersangka SJT,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa (19/1).

SJT alias Suharjito adalah Direktur PT Duta Putra Perkasa (DPP) yang menjadi penyuap Edhy Prabowo dan koleganya. Keterangan yang diberikan Gusril diperlukan KPK untuk melengkapi berkas perkara tersangka Edhy Prabowo dan kawan-kawannya dalam kasus tersebut.

BACA JUGA :  Kompolnas Harap Rekrutmen 57 Eks Pegawai KPK Berjalan Mulus

Dalam kesempatan yang sama, KPK juga memeriksa Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah. Ali mengatakan, tim penyidik KPK mengonfirmasi perihal rekomendasi usaha lobster di Provinsi Bengkulu untuk PT DPP yang diajukan oleh tersangka SJT.

Pemeriksaan Gusril Pausi dan Rohidin Mersyah dilakukan pada Senin (18/1) kemarin. Pemeriksaan terhadap Gusril dan Rohidin merupakan penjadwalan ulang menyusul keduanya sempat mangkir dari panggilan KPK beberapa waktu lalu.

Lembaga antirasuah itu kemudian melakukan pemeriksaan terhadap seorang karyawan swasta, Yunus. Tim penyidik mendalami keterangannya terkait dengan pengurusan impor ikan salem oleh PT DPP.

KPK selanjutnya memeriksa Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta, Finari Manan. Ali mengatakan, yang bersangkutan digali pengetahuannya terkait dengan kegiatan penyidikan oleh tim penyidik bea cukai Soekarno-Hatta bagi 14 perusahaan yang diduga terlibat penyelundupan benih lobster pada kurun waktu 15 September 2020.

BACA JUGA :  Polri: Ada 4.250 Kejahatan Siber Hingga November 2020 

Dalam perkara ini, KPK juga menersangkakan Staf khusus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreu Pribadi Misata (APM), Pengurus PT ACK Siswadi (SWD), Staf Istri Menteri KKP Ainul Faqih (AF) serta pihak swasta Amiril Mukminin (AM) sebagai penerima suap. Mereka diduga telah menerima suap sedikitnya Rp 9,8 miliar.


Uang tersebut diterima Edhy melalui rekening PT ACK yang merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster. Gelontoran dana tersebut masuk ke rekening PT ACK melalui Ahmad Bahtiar dan Amri. Ahmad lantas mentransfer uang tersebut ke staf istri Edhy Prabowo, Ainul sebesar Rp 3,4 miliar.


Uang tersebut dipergunakan untuk keperluan pribadi Edhy dan istrinya Iis Rosta Dewi, SAF dan APM untuk belanja barang mewah di Honolulu, Amerika Serikat.





Sumber
Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

seven + eight =

Trending

Ke Atas