Politik

Pemerintah: RUU Beri Hak Sama Pekerja Kontrak dan Tetap

Pemerintah: RUU Beri Hak Sama Pekerja Kontrak dan Tetap


Pemerintah klaim pekerja kontrak akan dapat hak dan perlindungan yang sama.

TERDEPAN.id, JAKARTA — Pemerintah mengklaim pekerja kontrak  atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) akan diberikan hak dan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap dalam Rancangan Undang Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Dalam Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerja kontrak belum diberikan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap. 

“Antara lain upah jaminan sosial, perlindungan K3, termasuk kompensasi hubungan kerja, kami ingin ada kepastian di situ,” kata Staf Ahli Kemenko Perekonomian Elen Setiadi dalam keterangan, Kamis (1/10).

Selain soal pekerja kontrak, Elen mengatakan pemerintah juga mengajukan sejumlah substansi pokok perubahan dalam UU Ketenagakerjaan. Sejumlah substansi pokok itu adalah pekerja alih daya atau outsourcing, dan upah minimum. 

BACA JUGA :  Ganjar: Jateng Harus Jadi Contoh Pelaksanaan Pemilu Damai dan Menyenangkan

Ia menambahkan perubahan ini diajukan untuk memberi perlindungan terhadap buruh. Elen melanjutkan, dalam UU Ketenagakerjaan, upah minimum ditangguhkan sehingga banyak pekerja menerima upah dibawah upah minimum dan upah minimum tidak bisa diterapkan pada usaha kecil dan mikro. 

Selain itu, ia mengatakan, terjadi kesenjangan upah minimum di kabupaten/kota. “Dalam RUU Cipta Kerja, upah minimum tidak ditangguhkan, upah minimum di tingkat provinsi, dan dapat diterapkan upah minimum pada kabupaten kota pada syarat tertentu, dan upah untuk UMKM tersendiri,” katanya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi mengungkapkan pembahasan seluruh daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Ciptaker sudah rampung. Dia mengatakan, RUU tersebut saat ini sudah masuk pembahasan di tim perumus (timus) dan tim sinkronisasi (timsin).

BACA JUGA :  Mahyudin Resmi Bergabung dengan Partai Perindo

Kendati, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mendesak agar klaster ketenagakerjaan produk hukum tersebut. Hal itu lantaran masih adanya pasal-pasal krusial yang dinilai mendegradasi hak buruh.

Ia menyebut, salah satu pasal krusial yang dihapus yaitu Pasal 59 UU Nomor 13/2003. Padahal dalam pembahasan Tim Tripartit, antara pemerintah, Kamar Dagang dan Industri (KADIN), Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), serta serikat pekerja dan serikat buruh telah sepakat pasal 59 UU Nomor 13 Tahun 2003 tidak dihapus asalkan ketentuan yang mewajibkan pengusaha membayar kompensasi kepada buruh PKWT yang berakhir masa kontraknya, yaitu pasal 61A RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan dihapus.





Sumber
Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 × 4 =

Trending

Ke Atas