Ekonomi

Pemulihan Ekonomi Indonesia Diproyeksi Makin Agresif pada 2022

Pemulihan Ekonomi Indonesia Diproyeksi Makin Agresif pada 2022


Membaiknya permintaan domestik membuat inflasi di Indonesia stabil.

TERDEPAN.id, JAKARTA — Pemulihan ekonomi Indonesia diproyeksikan semakin progresif menyongsong era normalisasi perekonomian global pada 2022. Mirae Asset Sekuritas mengatakan hal tersebut didukung oleh fundamental makroekonomi domestik yang masih tetap kuat. Bahkan lembaga pemeringkat global Fitch Ratings kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada peringkat BBB (investment grade) dengan outlook stabil. 


Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, mengatakan membaiknya permintaan domestik menyebabkan tingkat inflasi Indonesia berada pada posisi relatif stabil dan terkendali, dengan realisasi inflasi dan inflasi inti per November 2021 menjadi 1,75 persen dan 1,44 persen secara tahunan (year on year/yoy), naik dari 1,66 persen dan 1,33 persen yoy pada Oktober 2021 lalu. 


Di sisi lain, Indeks Keyakinan Konsumen per November 2021 semakin berada di level optimistis pada angka 118,5. “Angka tersebut merefleksikan terjadinya peningkatan aktivitas ekonomi dan penghasilan masyarakat secara signifikan,” kata Nafan, Kamis (9/12).  

BACA JUGA :  Sandi Sebut Perjanjian Anies tak Nyapres Jika Prabowo Maju, Sudirman: Tidak Ada Itu!


Bank Indonesia melaporkan bahwa cadangan devisa Indonesia per November 2021 mencapai 145,9 miliar dolar AS, naik 40 miliar dolar AS dibandingkan cadangan devisa bulan Oktober lalu. Kenaikan cadangan devisa ini menjadi landasan kuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi, sistem keuangan, serta mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional secara berkelanjutan. 


Seiring meningkatnya permintaan dari negara-negara mitra dagang utama dan kenaikan harga komoditas dunia, pada kuartal III 2021 Indonesia juga berhasil mencatatkan surplus neraca pembayaran sebesar 10,69 miliar dolar AS, setelah sebelumnya pada kuartal II 2021 mengalami defisit sebesar 450 juta dolar AS.


Secara global, pemulihan ekonomi masih berlanjut seiring dengan ekspansifnya kinerja PMI Manufaktur Global selama 17 bulan berturut-turut dengan angka indeks 54,1 per November 2021. Indonesia juga mencatatkan kinerja PMI Manufaktur yang ekspansif per November 2021 ini pada angka 53,9, meski turun dari angka sebelumnya 57,2. 


Angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan kinerja PMI Manufaktur negara-negara anggota ASEAN lainnya. Hal ini menandakan bahwa aktivitas perekonomian domestik masih berjalan dengan baik seiring dengan pelonggaran kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). 

BACA JUGA :  PM Jepang Yoshihide Suga bertolak menuju Vietnam dan Indonesia


Sementara itu, harga komoditas dunia seperti minyak, gas, maupun batu bara mengalami penurunan seiring komitmen kuat dari Amerika Serikat, Rusia, maupun China untuk meningkatkan pasokan. Pelaku pasar terus mencermati dinamika perkembangan varian baru Covid-19, Omicron, yang dikategorikan WHO sebagai variant of concern (VoC).


Pelaku pasar juga mencermati sikap hawkish The Fed terkait kebijakan tapering, disrupsi rantai pasokan yang memengaruhi kenaikan inflasi global maupun dinamika kebijakan pagu utang Amerika Serikat. Hal tersebut mengingat posisi Volatility Index (VIX) sudah berada di atas level 30. 


Sebelumnya, Kementerian Keuangan memproyeksikan outlook pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 akan berkisar pada 3,5 persen – 4,0 persen. Sementara itu, pemerintah, Bank Indonesia, dan Badan Anggaran DPR RI menyepakati pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022 sebesar 5,2 persen.





Sumber
Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 × five =

Trending

Ke Atas