Hukum

Dampak Ekologi Pertambangan Timah Ilegal Masuk Kerugian Negara, Pakar: Harus Ada Audit BPK

Dampak Ekologi Pertambangan Timah Ilegal Masuk Kerugian Negara, Pakar: Harus Ada Audit BPK


TERDEPAN.id, JAKARTA — Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda, menyoroti langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menghitung dampak kerusakan ekologi ke dalam kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 sampai 2022. Disebutnya langkah tersebut bisa dilakukan asal ada audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

“Untuk membuktikan adanya kerugian perekonomian negara itu termasuk kerugian karena kerusakan ekologis kan itu harus berdasarkan audit BPK,” ujar Chairul Huda saat dihubungi, Kamis (22/2/2024).

Menurut Chairul Huda, di dalam undang-undangnya secara normatif itu ada dua bentuk kerugian. Pertama adalah kerugian keuangan negara berarti ini berkaitan dengan APBN dan APBD, kedua adalah kerugian perekonomian negara. Kata dia, kerugian perekonomian negara terkait dengan perekonomian secara umum dari negara.

Misalnya kasus ekspor CPO minyak, karena negara harus mengeluarkan Bantuan Langsung (Tunai). “Karena gangguan perekonomian yang timbul akibat ekspor CPO di maksud jadi memang ada harus ada perhitungan yang nyata dianggap sebagai sebuah kerugian katakanlah seperti itu,” tegas Chairul Huda.

BACA JUGA :  GPI Laporkan KLB Versi Moeldoko Langgar Prokes ke Bareskrim

 

Ia menambahkan, dalam kasus yang lain misalnya terkait tindak pidana korupsi lahan kelapa sawit atas terdakwa Surya Darmadi. Kata dia, dalam perkara itu sempat kerugian ekologi dianggap sebagai bentuk kerugian perekonomian negara. Namun kenyataannya ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Maka sebenarnya belum ada suatu dasar untuk menyatakan kerugian ekologis itu adalah kerugian keuangan negara.

“Dengan demikian sebenarnya kasus timah ini, sangat spekulatif. Penemuan unsur terkait dengan kerugian perekonomian negara itu sifatnya coba-coba spekulatif padahal sudah pernah ditolak oleh Mahkamah Agung terkait dengan misalnya kasus lahan kelapa sawit dengan terdakwa Surya Darmadi,” tegas Chairul Huda. 

Sebab dalil bahwa kerusakan ekologi termasuk kerugian negara, sambung Chairul Huda, harus dibuktikan di pengadilan. Namun persoalannya sudah ada kasus serupa yang menganggap kerugian ekologi itu adalah bukan kerugian negara.

BACA JUGA :  Berkas Perkara 12 Tersangka Kasus Film Porno Lokal Dilimpahkan ke Kejati DKI Jakarta

Seperti dalam kasus Surya Darmadi tersebut yang ditolak oleh pengadilan. Apalagi antara kasus korupsi tambang timah dengan kasus korupsi kelapa sawit sama-sama menghitung kerusakan ekologis sebagai kerugian keuangan negara. 

“Kerusakan lingkungan karena bekas tambang katakanlah seperti itu nah dianggap sebagai kerugian negara dalam bentuk kerugian ekologis belum ada dalilnya. Jadi belum ada dalil yang cukup kuat untuk mengonstruksi secara demikian,” ujarnya.

Dalam perkara ini, Kejaksaan Agung bekerja sama dengan ahli lingkungan untuk menghitung kerugian perekonomian negara yang disebabkan dugaan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 sampai 2022. Kerugian atas kerusakan lingkungan itu pun ditaksir mencapai Rp 271 triliun.





Sumber
Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

14 + 2 =

Trending

Ke Atas