Ekonomi

DPR Minta BPK Audit Kinerja Perum Bulog

DPR Minta BPK Audit Kinerja Perum Bulog

terdepan.ID Jakarta – Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) menyoroti kinerja Perum Bulog di bawah kepemimpinan Budi Waseso. Kinerja Bulog dianggap kurang maksimal dalam menyerap hasil gabah petani dan kemampuan menyalurkan beras.

DPR pun meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan audit kinerja terhadap Bulog. Jika didapati adanya kerugian keuangan negara perusahaan plat merah tersebut, tentu harus ditindaklanjuti.

“Kami serahkan ke hasil pemeriksaan BPK. Tetapi memang semua perusahaan BUMN kan harus diaudit,” ujar anggota Komisi IV DPR Daniel Johan kepada wartawan, Kamis (25/3).

Daniel menuturkan, Dirut Bulog Budi Waseso sebelumnya juga telah mengakui akan adanya potensi kerugian keuangan negara di dalam lembaganya tersebut.

Daniel menyebut jika ada sebanyak 300 ribu ton beras yang gagal jual, kemudian harga per kilogram sekitar Rp8.000, maka potensi kerugian sudah mencapai Rp 2,4 triliun.

BACA JUGA :  Nurul Arifin : Golkar Bersama Gerindra Bahas Peta Koalisi Pilkada 2020

“Makanya jangan ulangi kesalahan yang sama. Itu bukan uang APBN, tapi utang bank dengan kredit komersial. Harus benar-benar dihitung dengan baik,” tandasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV Dedi Mulyadi mengungkap sejumlah dosa besar Bulog terhadap sektor pangan dalam negeri. Kegagalan Bulog menyerap gabah menjadikan para petani harus menjual hasilnya kepada para tengkulak.

“Sehingga ada titik waktu bagi para petani kecil yang memiliki kekosongan keuangan, karena menunggu hasil gabahnya menjadi beras dan laku di pasar,” kata Dedi.

Selain itu, daya serap Bulog juga tergolong rendah bahkan harga beli Bulog juga lebih murah dari tengkulak. Misalnya, tengkulak membeli gabah dari petani Rp 4.200 per kilogram, sedangkan Bulog hanya Rp 3.800 per kilogram.

BACA JUGA :  Ketua DPRD Provinsi Jambi Sertijab Kepala BPK Perwakilan Provinsi Jambi

Bulog juga tidak mampu menjual beras ke pasaran. Sehingga beras-beras yang tersimpan di dalam gudang mengalami penurunan mutu dan membusuk.

Hal itu juga berbarengan dengan tidak adanya teknologi yang apik untuk menyimpan. Dedi beranggapan bahwa saat ini Bulog dalam posisi yang membingungkan. Satu sisi tidak bisa membeli beras, di sisi lain tidak bisa menyalurkan beras.

Sementara wacana impor beras terus bergulir. Bahkan, sampai dengan saat ini masih ada beras sisa impor tahun 2018 yang belum bisa tersalurkan.

“Beli tak bisa, jual juga nggak bisa. Andaikan bisa beli impor, setelah impor tak bisa jual juga,” ujar dia. (jpnn)

Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

15 − nine =

Trending

Ke Atas