Politik

‘Jenderal Santri’ Moeldoko dan Respons Demokrat AHY

‘Jenderal Santri’ Moeldoko dan Respons Demokrat AHY


Demokrat versi KLB menjuluki Moeldoko ‘Jenderal Santri’, Kubu AHY pun menanggapi.

TERDEPAN.id, JAKARTA — Jenderal (Purn) Moeldoko mendapat julukan baru. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Darmizal mengatakan ketua umum versi kubunya itu kini mereka gelari sebagai ‘Jenderal Santri’.

Darmizal mengungkapkan gelar itu diberikan setelah melihat Moeldoko menjadi imam shalat Maghrib usai memimpin rapat pimpinan terbatas. Darmizal bersama dengan sejumlah orang lainnya saat itu menjadi makmum.

“Moeldoko bukan hanya cakap dan berprestasi sebagai Panglima TNI, tetapi ternyata juga beliau seorang pemimpin yang mampu memimpin shalat (Imam) dan memiliki bacaan yang baik,” ujar Darmizal, dalam keterangan tertulisnya  dikutip, Sabtu (27/3).

BACA JUGA :  PS5 lebih banyak terjual dibanding Xbox

Darmizal menyebut pihaknya semakin yakin dengan Partai Demokrat di bawah kemimpinan Moeldoko. Moeldoko dinilai akan memberi wajah dan semangat baru bagi perjalanan Partai Demokrat. “Kami semakin bangga dengan Ketum (Pak) Moeldoko yang juga seorang santri,” ujarnya.

Darmizal meyakini figur Moeldoko bakal menjadi nilai jual elektoral dalam persiapan pemilu mendatang. Moeldoko baginya dapat merepresentasikan kekuatan Nasionalis-Religius sebagai fondasi utama bangsa Indonesia.

Jenderal (Purn) Moeldoko terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) pada 5 Maret 2021 lalu. KLB digelar oleh mereka yang berseberangan dengan Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Moeldoko disebut menjabat ketua umum partai periode 2021-2025.

BACA JUGA :  Para ahli setuju longgarkan pembatasan darurat di Tokyo

Respons Kubu AHY
Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menanggapi beredarnya foto Jenderal (Purn) Moeldoko yang tengah memimpin sholat dan label ‘Jenderal Santri’ yang diberikan kubu KLB.

Kamhar menganggap miris adanya pencitraan yang dibangun tersebut. Ia menilai pencitraan yang ingin dibangun kubu KLB menggelikan dan berlebihan.

“Sungguh miris bahkan beribadah pun dijadikan ajang pencitraan dan mencari sensasi. Ini masuk kategori riya,” kata Kamhar dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (27/3).





Sumber
Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

five × four =

Trending

Ke Atas