Hukum

Mahfud: Mungkin Saja Djoko Tjandra Ajukan PK Lagi

Mahfud: Mungkin Saja Djoko Tjandra Ajukan PK Lagi


Pemerintah tidak bisa ikut ambil urusan jika Djoko Tjandra kembali mengajukan PK.

TERDEPAN.id, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan, pemerintah tidak dapat ikut ambil urusan apabila Djoko Tjandra kembali mengajukan peninjauan kembali (PK) ke pengadilan pascadirinya tertangkap. Dia mengatakan, yang harus dipelototi saat ini adalah proses peradilan di Mahkamah Agung (MA).

“Mungkin saja dalam waktu dekat Djoko Tjandra itu ajukan PK lagi ke pengadilan. Untuk itu, kalau dia sudah ajukan lagi, itu sudah bukan urusan pemerintah,” ungkap Mahfud melalui keterangannya, Jumat (31/7) dini hari.

Dia menjelaskan, pemerintah tidak boleh ikut campur dalam urusan yang berada di ranah yudikatif, yakni di MA. Oleh sebab itu, menurut Mahfud, yang kini harus dipelototi oleh semua pihak ialah proses peradilan di MA. Ia pun berharap pimpinan MA memperhatikan kasus itu secara sungguh-sungguh.

“Itu sudah bukan urusan pemerintah. Bukan urusan presiden, karena pengadilan itu urusan MA. Oleh sebab itu yang harus dipelototi sekarang itu proses peradilan di MA,” ungkap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Menurut Mahfud, berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), PK Djoko Tjandra tidak dapat diterima. Di dalam hukum istilah tidak dapat diterima itu berbeda dengan ditolak. Tidak dapat diterima, kata dia, salah satunya berarti permohonan pemohon tidak memenuhi syarat administratif.

BACA JUGA :  Bareskrim Polri Segera Lakukan Gelar Perkara Kasus TPPU Panji Gumilang

Rabu (29/7) lalu, PN Jaksel menetapkan untuk tidak dapat menerima permohonan PK yang diajukan oleh Djoko Tjandra. Berkas perkara buronan kelas kakap tersebut pun tidak dilanjutkan ke MA.

“Menetapkan, menyatakan permohonan PK dari pemohon atau terpidana Djoko Soegiarto Tjandra tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dilanjutkan ke MA,” ujar Humas PN Jaksel, Suharno, saat membacakan amar penetapan Ketua PN Jaksel, di Jakarta, Rabu (29/7).

Penetapan itu ditetapkan pada Selasa (28/7). Suharno menjelaskan, pertimbangan hukum dari tidak diterimanya permohonan terpidana cassie Bank Bali itu ialah karena yang bersangkutan tidak hadir dalam persidangan. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 tahun 12 dan SEMA Nomor 7 tahun 2014.

“Pemohon atau terpidana tersebut tidak hadir dalam, atau tidak dapat hadir di persidangan. Oleh karenanya, kalau pengajuan atau permintaan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima, sebagaimana kami sampaikan mengenai amar penettapan tersebut,” kata dia.

Menurutnya, penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bernomor 12/Pid/PK/2020/PN.JKT.Sel itu telah disampaikan atau diberitahukan pada pihak pemohon, dalam hal ini Djoko Tjandra maupun kuasa, dan jaksa. Pemberitahuan kepada para pihak tersebut dilaksanakan hari ini.

“Penetapan ini telah disampaikan pula, atau diberitahukan kepada pihak pemohon maupun jaksa, pemohon dalam hal ini Djoko Tjandra maupun kuasa,” jelas dia.

BACA JUGA :  Novel Beberkan Pertanyaan-Pertanyaan Bermasalah TWK

Dia pada kesempatan itu juga menyatakan, Djoko Tjandra tidak tertutup kemungkinan untuk mengajukan PK lagi. Meski begitu, Suharno mengatakan, tugas pokok PN Jaksel atau PN di seluruh Indonesia pada prinsipnya adalah menerima, memeriksa, dan memutus.

“Apa pun itu yang diajukan oleh masyarakat atau pencari keadilan, kita tidak boleh menolaknya, itu suatu azas. Harus kita terima, kita periksa, dan kita putus,” tutur dia.

Diketahui, Djoko Tjandra, buron BLBI yang juga terpidana kasus cessie Bank Bali sebesar Rp 546 miliar masuk dalam daftar buronan interpol sejak 2009. Kepala tim pemburu koruptor yang dijabat oleh Wakil Jaksa Agung, Darnomo, menyebutkan warga Indonesia itu resmi jadi warga Papua Nugini sejak Juni 2012.

Sejak 2009, dia meninggalkan Indonesia. Saat itu sehari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan atas perkaranya, Djoko berhasil terbang ke PNG dengan pesawat carteran. Di sana Djoko mengubah indentitasnya dengan nama Joe Chan dan memilih berganti kewarganegaraan menjadi penduduk PNG.

Dalam kasusnya, Djoko oleh MA diputus bersalah dan harus dipenjara 2 tahun. Tak hanya itu, ia juga diwajibkan membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk Negara. Belakangan, diketahui sosok Djoko diduga lebih banyak berada di Singapura.





Sumber
Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

three + nineteen =

Trending

Ke Atas