Hukum

Soal Temuan Tulang di Rumoh Geudong, Komnas HAM Dorong Uji Forensik

Soal Temuan Tulang di Rumoh Geudong, Komnas HAM Dorong Uji Forensik



Abdul Haris Semendawai. Komnas HAM dorong pemerintah lakukan uji forensik soal temuan tulang di Rumoh Geudong

TERDEPAN.id, JAKARTA — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memperoleh informasi dari masyarakat tentang temuan tulang belulang pada lokasi proyek pembangunan Memorial Living Park Rumoh Geudong di Desa Bili Aroen, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, Aceh. Komnas HAM mendorong dilakukannya uji forensik terhadap temuan itu. 

Pembangunan Memorial Living Park merupakan bagian dari pelaksanaan Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat. Lokasi pembangunan Memorial Living Park Rumoh Geudong termasuk salah satu Pos Sattis saat pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh pada 1989-1998. 

BACA JUGA :  Ingatkan Kasus Ferdy Sambo, Pengamat: Penyidikan Polisi Tewas di Mura Harus Komprehensif

“Berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM, Rumoh Geudong merupakan tempat terjadinya peristiwa pelanggaran HAM berat pada 1989-1998,” kata Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM Abdul Haris Semendawai dalam keterangannya pada Jumat (29/3/2024). 

Sehubungan dengan temuan tulang belulang manusia pada lokasi pembangunan Memorial Living Park Rumoh Geudong, Komnas HAM menyampaikan sejumlah pandangan. Pertama, Komnas HAM mendorong Menkopolhukam beserta Pemerintah Aceh dan Pemkab Pidie untuk menjaga tulang belulang tersebut dengan mempertimbangkan kemungkinan keterkaitan bukti-bukti tersebut dengan Peristiwa Rumoh Geudong.

 

“Kedua, Jaksa Agung selaku penyidik pelanggaran HAM yang berat untuk melakukan uji forensik termasuk tes DNA guna memastikan identitas korban dengan keluarga yang masih ada,” ujar Abdul. 

BACA JUGA :  Ini Pesan Menteri Yasonna dalam Evaluasi 2023 dan Strategi 2024 Kemenkumham

Ketiga, Komnas HAM mengajak Pemerintah membuka ruang kepada korban, keluarga korban, dan publik dapat mengetahui informasi temuan tersebut. Hal ini sebagai pemenuhan hak korban untuk mengetahui kebenaran.

Keempat, Komnas HAM menekankan pembangunan Memorial Living Park atau memorialisasi pada lokasi terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat merupakan hal yang penting. 

“Namun, perlu dilakukan dengan prinsip kehati-hatian mengingat kemungkinan adanya bukti-bukti lain di wilayah pembangunan Memorial Living Park tersebut,” ujar Abdul.






Sumber
Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5 + three =

Trending

Ke Atas