Hukum

Endang Tirtana, Direktur IWD, Selamatkan Suara Rakyat

Endang Tirtana, Direktur IWD, Selamatkan Suara Rakyat

Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu kembali bakal digodok oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Draf revisi UU Pemilu beredar, dan menimbulkan pro dan kontra terkait sejumlah poin-poin yang berubah untuk mengatur penyelenggaraan Pemilu 2024.

Di antaranya adalah kenaikan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) secara nasional menjadi 5 persen, dari sebelumnya 4 persen. Lalu diterapkannya ketentuan PT pada tingkat DPRD, yaitu 4 persen untuk provinsi dan 3 persen untuk kabupaten/kota, berdasarkan suara sah nasional.

Sebagai catatan, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 52/PUU-X/2012 telah menolak ketentuan PT pada tingkat DPRD provinsi maupun kabupaten/kota. Dengan demikian, PT hanya boleh diberlakukan pada tingkat DPR RI atau nasional.

“Sesuai putusan MK, di mana sifatnya final dan mengikat, seharusnya revisi UU Pemilu tidak boleh memberlakukan penerapan ambang batas parlemen (PT) untuk DPRD provinsi dan kabupaten/kota,” ungkap Direktur Indonesia Watch For Democracy, Endang Tirtana dalam keterangan tertulis di Jakarta, pada Kamis(28/1).

BACA JUGA :  Kekasih Tamara Ditetapkan Tersangka Kasus Kematian Dante

Endang menambahkan, MK menilai sekiranya PT diberlakukan secara berjenjang pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota, ada kemungkinan tidak ada satu pun partai politik yang memenuhi ketentuan PT, sehingga tidak ada satu pun anggota parpol yang dapat menduduki kursi DPRD.

Selain itu terdapat pula kemungkinan hanya ada satu parpol di daerah yang memenuhi PT, sehingga seluruh kursi DPRD diduduki oleh satu parpol saja, atau sekurang-kurangnya banyak kursi yang tidak terisi.

Sering pula terjadi ada parpol tidak mencapai PT secara nasional, tetapi di daerah memperoleh suara signifikan. Jika ketentuan PT berjenjang diberlakukan, calon anggota DPRD yang terpilih bukan yang seharusnya duduk di DPRD, sehingga tidak merepresentasikan suara pemilih di daerahnya.

Terkait PT di tingkat nasional, Endang mendorong agar parpol-parpol yang tidak lolos PT untuk bergabung agar bisa memenuhi ketentuan PT. “Pada Pemilu 1999 beberapa parpol menggunakan metode stembus accord untuk menyelamatkan sisa suara yang tidak habis terbagi,” lanjut Endang.

BACA JUGA :  Rahayu Saraswati: TIDAR Siap Menangkan Prabowo

Aturan mengenai ambang batas parlemen diberlakukan sejak Pemilu 2009, setelah sebelumnya dikenal dengan ketentuan electoral threshold (ET). Besaran PT dinaikkan dari 2,5 persen pada Pemilu 2009 menjadi 3,5 persen pada Pemilu 2014, lalu naik lagi menjadi 4 persen pada Pemilu 2019.

Mengutip kajian Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), peningkatan ambang batas parlemen berpengaruh langsung terhadap kenaikan jumlah suara yang terbuang (wasted votes), yang kemudian berdampak terhadap peningkatan indeks disproporsionalitas.

“Besarnya suara yang terbuang pada Pemilu 2019 lalu mencapai 13,5 juta suara, atau setara hampir 60-an kursi DPR RI,” tegas Endang. Ketentuan threshold memang diperlukan untuk penyederhanaan politik, tetapi jangan sampai terlalu banyak suara pemilih yang terbuang, pungkas Endang. (*)

Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

ten − eight =

Trending

Ke Atas